DRAMA KETOPRAK
Bagian 1
Pagi
cerah. Kota menggeliat. Jalanan macet. Pemandangan seperti ini tak pernah
berakhir. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dyra menyusuri
jalanan depan komplek kos menggunakan sepeda kesayangannya. Matanya tertuju
pada warung-warung sarapan pagi dengan aneka menu berbeda-beda. Sambil mengayuh
sepeda, Dyra berpikir makanan apa yang cocok menjadi santap pagi kali ini.
Dyra
menjatuhkan pilihan pada warung sarapan pagi yang menyediakan ketoprak. Warung
itu kelihatan agak sepi. Tidak seperti warung-warung lain yang kendaraan
pelanggannya memenuhi tepian badan jalan dan trotoar, membuat pagi semakin
macet. Kota sekecil ini sudah macet, bagaimana dengan kota-kota besar di Negara
ini?. lebih parahnya, penduduk kota ini enggan menggunakan kendaraan umum
seperti trem atau bus kota yang disediakan pemerintah. Dyra menggelengkan
kepala, lalu mendengus kesal karena sebuah klakson mengejutkan dari belakang.
Padahal Dyra sudah bersepeda di trotoar ‘..benar-benar
membuat rasa lapar Dyra naik dua level’.
Setelah memarkir sepeda di
belakang warung. Dyra masuk ke dalam dan memesan seporsi ketoprak. Benar,
warung ini sepi. Hanya ada dua pelanggan. Pelanggan satu tengah menikmati
seporsi ketoprak dengan bakwan disisi piring, dari raut wajahnya terlihat bahwa
si pelanggan kepedasan. Sementara pelanggan kedua seorang bapak paruh baya,
bertopang dagu menunggu pesanan yang sedang dibungkus.
Dyra
memilih duduk berjejer dengan pelanggan pertama, ia masih khidmad dengan
seporsi ketopraknya, wajahnya mulai berkeringat. Dari seragam yang dipakai,
bisa ditebak bahwa ia adalah anggota Tentara Angkatan Udara. Baju berwarna biru
langit dipadu beberapa pernik symbol Angkatan Udara tersemat dibaju.
Sambil menunggu pesanan datang, Dyra
masih kepikiran dengan kejadian klakson mobil yang membuatnya kesal. Tadi Dyra
ingin marah, tapi rasa lapar membuatnya mengurungkan niat. Dengan wajah kesal
Dyra mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Membuat pelanggan pertama
menoleh heran.
Sadar.
Dyra pun menoleh. “kenapa ya, kok lihatin
saya?”. Pelanggan
pertama hanya tersenyum dan menunjuk kepalan tangan Dyra diatas meja. Dyra pun
tersipu dan tertawa ‘garing’.
Percakapan tidak berlanjut.
Pelanggan
pertama masih menikmati ketopraknya. Kali ini ia menambahkan satu bahwan lagi
ke piringnya. Pesanan Dyra pun datang. Hening tanpa percakapan. Penjual
ketoprak menuju gerobaknya setelah mengantar pesanan Dyra.
“..kenapa
pagi-pagi sudah kesal?”,Pelanggan pertama
tiba-tiba bertanya pada Dyra. Wajah Dyra yang tadi mulai ramah menjelma kesal
lagi. dengan tampang kesal, Dyra mulai bercerita apa yang dialaminya saat
menuju warung ketoprak. Pelanggan pertama hanya tertawa, lalu menyendokkan
ketoprak ke mulutnya.
“seharusnya mereka bisa sabar sedikit. Lagian saya
sudah bersepeda di trotoar. Masih aja diklakson, saya gak suka kalau diklakson,
klakson itu seperti nada usiran. Makanya saya gak pernah klakson orang. Ya iyalah,
saya kan pake sepeda. Belnya mati lagi”, sungut Dyra. Pelanggan pertama tersenyum.
“kok makan diluar?, gak makan dirumah bareng
keluarga?”, topik dialihkan
pelanggan pertama. “saya
kos, kalau masak sering kebuang”.
“oooh.. kerja?”. Percakapan mengalir begitu saja.
“iya. Angkatan Udara ya?”.
“oh.. kok gak ngantor?. Sudah lewat jam delapan”.
“ hari ini saya tugas luar kota. Berangkat siang.
Pertanyaan saya tadi belum dijawab”.
“maaf. Iya Angkatan Udara”, ia menyendokkan bakwan ke mulutnya.
“kok sarapan diluar, istri gak masak?”.
“haha.. istrinya belum ketemu, saya masih sendiri”.
“oooh.. maaf”, Dyra malu.
“saya Rizki”, pelanggan pertama mengulurkan tangan.
“Dyra”.
“saya sudah selesai. Maaf saya duluan. Banyak
pekerjaan menunggu. Nah, sampai ketemu dilain waktu”, Pamit pelanggan pertama.
“oke.., sampai jumpa, bekerja dengan hati”, ujar Dyra. Rizki menuju ke penjual untuk
membayar. Sebelum pergi, Rizki memandang Dyra yang sedang asik menikmati
ketoprak.
Selesai makan Dyra bangkit dan
membayar ketopraknya. “berapa
Bang?”, Dyra mengeluarkan dompet.
“sudah dibayar sama Mas yang duduk disebelah Mbak
tadi..”, jelas sang penjual.
“loh?, beneran ini?”.
“iya bener. Katanya Mas yang tadi, dia suka
kata-kata Mbak”.
“kata-kata?, Dyra heran.
“iya. Bekerja dengan hati”, Penjual ketoprak menjelaskan.
“Ooo. Ya sudah makasih ya. Dan kalau dia kesini
lagi, bilangkan terimakasih. Dari Dyra”.
lalu Dyra pamit.
*BERSAMBUNG*
Komentar
Posting Komentar