AYAH
Benar
bahwa engkau adalah cinta pertamaku, bagaimana tidak?. Aku mendengar adzan kali
pertama dari suara merdumu. Engkau menyambut hadirku ke dunia dengan tangis
haru. Ayah, meskipun aku lupa bagimana rona wajah bahagiamu kala menyambut hadirku,
tapi kasihmu sampai detik ini meyakinkanku, bahwa rona dua puluh empat tahun
silam adalah rona kebahagiaan, yang bahkan langit dan pelangi sulit untuk
menggambarkan indahnya.
Ayah...
Tawa lepas tanpa gigi menjadi saksi perjuanganmu membesarkan dan memberikan
kehidupan ternyaman untukku. Tubuh tegapmu yang termakan usia tetap gagah
dibola mataku. Bahkan pelukmu masih sama
hangatnya seperti dulu. Rambutmu yang kini dua warna, tetap menjadi mahkota
terindahmu. Ayah.. bagaimana aku bisa membalas semua kebaikanmu?, selain dengan
doa-doa yang kuhaturkan pada sepertiga malam dan sujudku.
Ayah..
engkau cinta luar biasa bagi Ibu, Kakak, Abang dan Aku. Engkau mengajarkan kami
hidup dalam kesederhanaan dan kerendahan hati. Bahkan aku ingat, Engkau pernah
dimaki orang yang bahkan itu bukan kesalahanmu. Waktu itu aku ingin membalas
makiannya, Tapi Engkau menahanku, memelukku dan berbisik “biar waktu yang
memberi keadilan”. Ayah, sungguh kasih dan cintamu tiada tertandingi oleh
apapun.
Aku
ingat, saat usiaku delapan tahun. Waktu itu tubuhmu masih tegap gagah menantang
matahari. Aku mengekor dibelakangmu. Engkau sedang memegang kemudi traktor di
sawah. Engkau tertawa lepas saat aku kesal sebab belut yang kena bajak rotary
traktormu tak berhasil ku tangkap. Bukannya menolongku, Ayah malah tertawa.
Ayah, aku rindu masa-masa itu.
Tapi
Ayah.. jika aku kembali menjadi umur delapan tahun, bagaimana aku bisa
menjagamu?. Sementara kini, Ayah dan Ibu tak diusia muda lagi. meskipun dimata
Ayah aku tetaplah putri kecilmu yang manja dan cengeng. Benar Ayah, aku memang
cengeng. Kalau ada apa-apa pasti aku selalu merengek ke Ayah. Maaf Ayah,
mungkin rengekan itu membebani pikiranmu.
Ayah..
semoga Ayah selalu sehat dan panjang umur. Maafkan aku yang kini jauh dari
penjagaanmu demi studi. Doakan aku cepat mendapat gelar sarjana seperti yang
Ayah harapkan. saat toga itu sudah sah diatas kepalaku dan Ayah tersenyum
bahagia. Itu hanya sebuah kebahagiaan kecil yang bisa kuberikan. Semua itu tak
sebanding dengan pengorbanan Ayah hingga aku menginjak usia ke dua puluh empat tahun
ini.
Maafkan
aku Ayah.. kadang aku bandel dan tidak menurut kata-katamu. Aku tetap makan
semangkok bakso sapi meskipun setelah itu aku terkena alergi, dan masih banyak
kebandelan yang kulakukan diluar pengawasanmu. Ayah pribadi yang penyayang,
tidak memaki saat aku membuat kesalahan, Ayah menegurku dengan kelembutan dan
kasih sayang. Sungguh Ayah, aku selalu berangan bahwa kelak pendampingku adalah
pribadi yang rendah hati sepertimu.
Bagiku
Ayah adalah malaikat. Super hero dalam hidupku. Rangkaian kata mutiara dan
syair tidak akan bisa menggambarkan rasa terimakasihku pada Ayah. Cintamu pada
Ibu, Kakak, Abang dan Aku juga lebih indah dari pelangi yang muncul setelah
hujan. Aku sayang Ayah.
Dari
Aku, Kakak dan Abang
Aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu
Ayah
Komentar
Posting Komentar